Seminggu ini rasanya badan mau remek, pulang
kantor hampir selalu yang terakhir dan bahkan pas hari rabu kemarin pulang jam
setengah 11 malem saat angkutan umum udah ga ada. Ya siapa yang nyuruh juga pulang jam segitu,
tapi karena banyak hal yang masih saya harus pelajari, jadi mau ga mau pulang
jam segitu. Ngerasa capek, pengen kabur, pantat panas, mata berair, dan ujung-ujungnya kangen rumah
beserta orang-orang terkasih *ngeluh campur curhat*
Luckily me when comes
to my lowest point, Allah always show His greatness. Berawal saat saya selesai melaksanakan
kewajiban sebagai seorang hambaNya di siang hari. Setelah selesai mengikuti Imam berdoa, biasanya
dilanjutkan dengan bersalam-salaman. Nah kebetulan orang di sebelah saya diciptakan lebih sempurna
oleh Sang Pencipta.
Saat saya mengajukan tangan kanan saya untuk berjabat tangan, dia menyambut
dengan tangan kirinya sambil berujar “mohon maaf”. Ya, dia sangat hebat dapat
melakukan segala sesuatunya hanya dengan tangan kirinya. Dan dia selalu
mengucapkan maaf setiap ada yang mengajaknya berjabat tangan. Saat saya
perhatikan, dia juga selalu menunduk dalam tiap langkah kakinya.
Beberapa hari setelahnya saya bertemu lagi
dengan dia. Beruntungnya, saya kembali dapat melihat kesempurnaannya. Suatu hal
yang sangat remeh temeh mungkin tapi itu menunjukkan kualitas diri seseorang. Jadi di dalam masjid yang saya
datangi, ternyata ada beberapa daun kering yang tertiup angin sehingga masuk
kedalamnya. Beberapa orang hanya melewati daun-daun tersebut (yang mungkin) dengan alasan terlalu
sibuk dengan jadwal mereka di hari itu, begitupun dengan saya. Tapi apa yang
dia lakukan, dia menyempatkan waktunya yang berharga untuk mengambil beberapa
daun tersebut dan memasukkannya ke tempat sampah di luar masjid.
Source: http://aeridest.deviantart.com/art/Bila-dunia-kita-lumpuh-76151455
Sebenarnya bukanlah dia yang seharusnya berujar kata maaf
setiap berjabat tangan dengan orang lain, tapi kita yang harusnya berujar maaf
karena tidak pernah bersyukur atas kedua tangan ini yang dapat digunakan untuk
berkarya.
Dan bukanlah dia yang seharusnya tertunduk malu saat
bertemu dengan orang lain, tapi kita yang harusnya malu akan ketidakberdayaan
diri untuk menolak ego
kita masing-masing.
Pun bukanlah dia yang seharusnya selalu berada di
shaf terbelakang karena merasa tidak sempurna, tapi ada baiknya kita yang
berada di belakangnya untuk melihat kesempurnaannya.
Ya,
he is more than just a perfect man.
No comments:
Post a Comment