10.28.2013

More than Just a Perfect Man

Seminggu ini rasanya badan mau remek, pulang kantor hampir selalu yang terakhir dan bahkan pas hari rabu kemarin pulang jam setengah 11 malem saat angkutan umum udah ga ada. Ya siapa yang nyuruh juga pulang jam segitu, tapi karena banyak hal yang masih saya harus pelajari, jadi mau ga mau pulang jam segitu. Ngerasa capek, pengen kabur, pantat panas, mata berair, dan ujung-ujungnya kangen rumah beserta orang-orang terkasih *ngeluh campur curhat*

Luckily me when comes to my lowest point, Allah always show His greatness. Berawal saat saya selesai melaksanakan kewajiban sebagai seorang hambaNya di siang hari. Setelah selesai mengikuti Imam berdoa, biasanya dilanjutkan dengan bersalam-salaman. Nah kebetulan orang di sebelah saya diciptakan lebih sempurna oleh Sang Pencipta. Saat saya mengajukan tangan kanan saya untuk berjabat tangan, dia menyambut dengan tangan kirinya sambil berujar “mohon maaf”. Ya, dia sangat hebat dapat melakukan segala sesuatunya hanya dengan tangan kirinya. Dan dia selalu mengucapkan maaf setiap ada yang mengajaknya berjabat tangan. Saat saya perhatikan, dia juga selalu menunduk dalam tiap langkah kakinya.

Beberapa hari setelahnya saya bertemu lagi dengan dia. Beruntungnya, saya kembali dapat melihat kesempurnaannya. Suatu hal yang sangat remeh temeh mungkin tapi itu menunjukkan kualitas diri seseorang. Jadi di dalam masjid yang saya datangi, ternyata ada beberapa daun kering yang tertiup angin sehingga masuk kedalamnya. Beberapa orang hanya melewati daun-daun tersebut (yang mungkin) dengan alasan terlalu sibuk dengan jadwal mereka di hari itu, begitupun dengan saya. Tapi apa yang dia lakukan, dia menyempatkan waktunya yang berharga untuk mengambil beberapa daun tersebut dan memasukkannya ke tempat sampah di luar masjid.

Source: http://aeridest.deviantart.com/art/Bila-dunia-kita-lumpuh-76151455

Sebenarnya bukanlah dia yang seharusnya berujar kata maaf setiap berjabat tangan dengan orang lain, tapi kita yang harusnya berujar maaf karena tidak pernah bersyukur atas kedua tangan ini yang dapat digunakan untuk berkarya.

Dan bukanlah dia yang seharusnya tertunduk malu saat bertemu dengan orang lain, tapi kita yang harusnya malu akan ketidakberdayaan diri untuk menolak ego kita masing-masing.

Pun bukanlah dia yang seharusnya selalu berada di shaf terbelakang karena merasa tidak sempurna, tapi ada baiknya kita yang berada di belakangnya untuk melihat kesempurnaannya.
 
Ya, he is more than just a perfect man.

No comments: